assalamualaikum

TERIMA KASIH

Laman

Kamis, 10 November 2011

KEAJAIBAN AL-QUR`AN DAN ILMU PENGETAHUAN

www.pendaislam.blogspot.com

Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang dan teori ilmiyah lainnya menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Menurut Stephen Hawkings dengan teori Big Bang, sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Teori lain seperti Inflationary juga berpendapat jagad raya terus berkembang. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia.(Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir’aun
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
Foto Fir'aun Ramses 2Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya.  Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817.Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
Tulisan di atas hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Al Qur’an yang ada dan ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Bagi yang ingin tahu lebih banyak silahkan baca buku referensi di bawah.
Jelas Al Qur’an itu benar dan tak ada keraguan di dalamnya.
”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya:
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An Nisaa’:82]
Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia (Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu terjaga.
Silahkan baca juga:
Sumber:
Harun Yaya
Mukjizat Al Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Syihab
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta
http://harry.sufehmi.com/archives/2006-06-15-1181/

MENGENAL HADITS NABI MUHAMMAD SAW.


Hadits ( الحديث ) menurut bahasa bermakna “ baru ”. Menurut istilah para ulama ahli hadits yaitu : “Apa saja yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik yang berupa perkataan, perbuatan, persetujuan ( taqrir ) maupun sifat-sifat beliau.”
Hadits disebut pula dengan beberapa nama yang lain, yaitu :
1. Sunnah ( السنة )
2. Khobar ( الخبر ), namun dalam perkembangannya istilah Khobar lebih umum meliputi semua berita, dari Nabi saw atau pun dari selain beliau.
3. Atsar ( الأثر ), namuan dalam perkembangannya istilah atsar lebih banyak dipakai untuk penukilan dari para Shahabat ra, para Tabi’in dan para ‘ulama Salaf lainnya.
Ulama ahli hadits disebut Muhaddits ( المحدث ).
BEBERAPA ISTILAH PENTING
Hadits terbagi menjadi dua bagian, yaitu Sanad ( السَّنَدُ ) dan Matan ( الْمَتْنُ ). Sanad adalah susunan para perowi suatu hadits, disebut pula dengan isnad ( الإسناد ). Rowi ( الراوي ) yaitu orang yang meriwayatkan hadits. Dan Matan adalah bunyi teks dari hadits. Contoh :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَ إ ِنَّمَا ِلامْرِئٍ مَا نَوَى
“ ‘Abdulloh bin Maslamah bin Qo’nab telah bercerita kepada kami : Malik telah bercerita kepada kami dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrohim dari ‘Alqomah bin Waqqosh dari ‘Umar bin Al-Khoththob, dia berkata : “Rosululloh saw bersabda : “Sesungguhnya amalan-amalan itu hanya bergantung kepada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan.”
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shohih-nya.
Perkataan Imam Muslim dari sejak ‘Abdulloh bin Maslamah bin Qo’nab telah bercerita kepada kami hingga dari ‘Umar bin Al-Khoththob disebut dengan Sanad. Bunyi sabda Rosululloh saw disebut Matan.
Imam Muslim yang mengeluarkan hadits ini dalam kitabnya, maka dia disebut Mukhorrij ( المخرج ). Kemudian awal sanad dimulai dari rowi terdekat dengan Mukhorrij, yaitu ‘Abdulloh bin Maslamah, dan akhir sanad adalah rowi yang terjauh yaitu ‘Umar bin Al-Khoththob.
Ilmu Hadits terbagi dua yaitu ilmu tentang seluk-beluk sanad dan matan hadits untuk menentukan keshohihan hadits disebut Ilmu Hadits Diroyat atau Mushtholah Hadits. Sedang ilmu hadits yang membahas tentang makna dari hadits-hadits Nabi saw disebut Ilmu Hadits Riwayat.
SEJARAH PENULISAN HADITS
Hadits Nabi saw memang belum ditulis secara umum pada zaman Nabi saw masih hidup, karena ketika itu Al-Qur’an masih dalam proses diturunkan dan diurutkan. Bahkan Nabi saw melarang masyarakat umum dari menulis hadits, sebagaimana sabdanya :
لا تَكْتُبُوْا عَنِّيْ وَ مَنْ كَتَبَ عَنِّيْ غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَ حَدِّثُوْا عَنِّيْ وَ لا حَرَجَ وَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Janganlah kalian menulis sesuatu pun dariku, barangsiapa yang telah menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah dia menghapusnya, dan beritakanlah hadits dariku, yang demikian tidak berdosa, namun barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari api neraka.” ( HR. Muslim )
Larangan penulisan hadits ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak tercampur antara tulisan Al-Qur’an dengan tulisan hadits.
Walaupun demikian, Nabi saw memberikan izin kepada orang-orang tertentu untuk menulis hadits yang diyakini tidak akan terjadi tercampurnya tulisan Al-Qur’an dengan tulisan hadits pada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat :
فَقَامَ أَبُو شَاهٍ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ : اكْتُبُوْا لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : اكْتُبُوْا لأَبِيْ شَاهٍ
“Berdirilah Abu Syah, yakni seorang laki-laki dari penduduk Yaman, dia berkata : “Tuliskan untukku, wahai Rosullulloh !” Maka Rosululloh saw bersabda : “Tuliskan untuk Abu Syah !” ( HR. Al-Bukhori dan Abu Dawud )
Meskipun demikian, hadits Nabi saw tetap dihafal dan diriwayatkan oleh para Shahabat ra, karena Nabi saw bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Alloh menjadikan putih cemerlang seseorang yang mendengar sebuah hadits dari kami, kemudian menghafalkan dan menyampaikannya karena mungkin saja terjadi orang membawa ilmu kepada orang yang lebih faham darinya, dan mungkin terjadi orang yang membawa ilmu tidak faham tentang ilmunya itu.” ( HSR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, danAl-Hakim )
Rosululloh saw juga memerintahkan untuk meriwayatkan hadits :
أَلا لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُوْنُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ
“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena mungkin terjadi sebagian orang yang disampaikan ( hadits ) kepadanya lebih menguasai daripada sebagian orang yang mendengarnya ( langsung ).” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, dan Ibnu Majah )
Namun begitu Rosululloh saw tetap memerintahkan kepada para Shahabat agar tetap selektif dalam menyampaikan hadits :
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dianggap pendusta bila dia memberitakan setiap apa yang dia dengar.” ( HR. Muslim )
Dalam riwayat yang lain disebutkan :
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukup seseorang dianggap berdosa bila dia memberitakan setiap apa yang dia dengar.” ( HSR. Abu Dawud )
Sehingga Hadits Nabi saw pada zaman beliau dan zaman Al-Khulafa Ar-Rosyidin dijaga dengan cara dihafal dan diriwayatkan secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan.
Saat terjadi konflik pada zaman Kholifah ‘Ali bin Abi Tholib ra mulai bermunculan orang-orang yang buruk agama dan akhlaknya yang membuat hadits-hadits palsu untuk mendukung golongannya. Kemudian bermunculan banyak pemalsu hadits dari kalangan orang-orang sesat, musuh-musuh Islam yang menyusup di tengah-tengah kaum muslimin, dan para pengekor hawa nafsu. Ada pula orang-orang yang berniat baik namun memakai cara-cara yang buruk untuk memotivasi orang lain agar giat beramal dengan cara membuat hadits-hadits palsu seputar keutamaan amal.
Melihat kondisi hadits Nabi ra yang terancam keasliannya dengan bertebarannya hadits-hadits palsu, maka Kholifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh memerintahkan kepada Abu Bakar bin Hazm untuk meneliti, mengumpulkan dan membukukan hadits. Kholifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh berani melakukan kegiatan pengumpulan dan pembukuan hadits karena pada zaman beliau mushhaf Al-Qur’an sudah tersebar ke segala penjuru dunia Islam, sehingga tidak ada kekhawatiran akan tercampurnya tulisan hadits dengan tulisan Al-Qur’an.
Tindakan ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh memotivasi para ‘ulama yang lain untuk melakukan hal serupa, sehingga bangkitlah para ‘ulama Ahli Hadits untuk menulis hadits. Seperti Imam Malik bin Anas rohimahulloh yang menulis kitab Al-Muwatho’, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rohimahulloh yang menulis kitab Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hanbal yang menulis kitab Al-Musnad dan lain-lain. Tetapi ketika itu hadits-hadits yang dikumpulkan dalam kitab-kitab yang mereka tulis belum diseleksi. Untuk menyeleksi hadits-hadits yang telah tertulis dalam kitab-kitab tersebut, para ‘ulama menetapkan suatu kaidah yang dikenal dengan MUSHTHOLAH HADITS ( مصطلح الحديث ).
Setelah itu muncul Imam Al-Bukhori yang memulai menulis kitab yang hanya memuat hadits-hadits yang shohih saja. Lalu diikuti oleh muridnya, yaitu Imam Muslim. Kemudian susul-menyusul para ‘ulama yang mengikuti jejak mereka.
Generasi berikutnya adalah generasi ‘ulama yang berupaya untuk menjelaskan makna hadits. Maka bermunculan kitab-kitab Syarah Hadits seperti Al-Minhaj Syarah Shohih Muslim oleh Imam An-Nawawi, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-Bukhori karya Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dan lain-lain.

Selasa, 08 November 2011

PENDIDIKAN DALAM ISLAM

Add caption

PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11)
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
II. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan.
Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.
Referensi :
1. Tarbiyah Islamiyah Harokiyah, DR. Irwan Prayitno
2. Tarbiyah Menjawab Tantangan, Mahfudz Siddiq